Rabu, 28 Januari 2015

Deja Vu


Pernahkah Anda mendengar istilah Dejavu ? Dejavu kerap sekali kita dengar dimasa-masa era globalisasi seperti sekarang ini.
Mari kita simak informasi Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Hadid (57): 22: “Tidak suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan dirimu, kecuali sudah ada dalam kitab sebelum Kami jadikannya.”
Ketika Anda diperkenalkan dengan seseorang, pernakah terbersit dalam hati, “Rasanya saya pernah bertemu orang ini. Dimana, ya?” Padahal, Anda belum pernah bertemu sebelumnya. Itu disebut gejala “deja vu”. Deja vu adalah sebuah frasa Prancis dan artinya secara harfiah berarti pernah melihat sebelumnya. Fenomena ini juga disebut istilah paramnesia dari bahasa Yunani. Deja vu adalah suatu perasaan aneh ketika seseorang merasa pernah berada di suatu tempat sebelumnya, padahal belum. Atau pernah mengalami suatu peristiwa yang sama persis, padahal tidak. Konon, orang yang sering mengalami hal itu memiliki bakat spiritual yang tinggi. Menurut para pakar, setidaknya 70 persen penduduk bumi pernah mengalami fenomena ini. Jadi, fenomena psikologi tersebut adalah hal yang sangat wajar dan bukan merupakan suatu kutukan atau karma sebagaimana banyak dipercayai orang.
Bagaimana penjelasan ilmu psikologi tentang deja vu? Pada awalnya beberapa ilmuan beranggapan bahwa deja vu terjadi ketika sensasi optik yang diterima oleh sebelah mata sampai ke otak (dan dipersepsikan) lebih dulu daripada sensasi yang sama yang diterima oleh sebelah mata yang lain sehingga menimbulkan perasaan familiar pada sesuatu yang sebenarnya baru pertama kali dilihat. Teori yang dikenal dengan nama optical pathway delay ini patah ketika ditemukan bahwa orang buta pun bisa mengalami deja vu melalui indra penciuman, pendengaran, dan perabaannya.
Selain itu, sebelumnya Chris Moulin dari University of Leeds, Inggris, telah menemukan penderita deja vu kronis, orang-orang yang sering dapat menjelaskan secara rinci peritiwa-peristiwa yang tidak pernah terjadi. Mereka merasa tidak perlu menonton TV karena merasa telah menonton acara TV tersebut sebelumnya (padahal belum) dan mereka bahkan merasa tidak perlu pergi ke dokter untuk mengobati ‘penyakit’-nya karena mereka merasa sudah pergi ke dokter dan dapat menceritakan hal-hal rinci selama kunjungannya! Alih-alih kesalahan persepsi atau delusi, para peneliti mulai melihat sebab musabab deja vu ke dalam otak dan ingatan kita.
Meskipun para skeptis menganggap itu hanya sensasi. Namun, banyak juga ahli yang percaya bahwa hal itu memang nyata. Ada yang menyebut bahwa peristiwa yang dirasakan berlangsung pada kehidupan silam. Ini bagi penganut paham reingkarnasi. Bagaimana bagi orang Islam? Jawaban yang tegas disampaikan dalam Buku: “Mukjizat Sains Dalam Al-Qur’an”. Surat Al Hadid ayat 22 di atas memberi sekilas isyarat. Bahwa segala sesuatu yang belum terjadi, sudah tertulis dalam kitab.
Semua peritiwa di bumi dan perbuatan kita memang sudah ada sejak awal. Lalu, akan terjadi satu per satu secara berurutan. Dan pada waktunya, akan terekam dalam saraf penyimpanan di otak, mungkin suatu ketika terjadi short-circuit, korslet di otak seseorang. Lintasan listrik di otak melompat nyerempet sinyal ke wilayah yang belum terjadi. Maka orang merasa sudah pernah mengalami atau melihat sesuatu. Padahal yang terjadi adalah dia “pernah” melihat, tetapi di masa depan. Selama ini “pernah” hanya dikaitkan denganmasa lalu. Gajala deja vu memperluas makna “pernah” hanya dikaitkan dengan masa lalu dan juga masa depan.
Contoh deja vu, dapat juga kita lihat pada artikel saya yang lalu berjudul, “Rencana Allah Atau Jaring-Jaring Kebetulan”. Kutipannya sebagai berikut “Pada tahun 1898, jauh sebelum tenggelamnya kapal Titanic, Morgan Robertson menulis sebuah novel berjudul futility. Kisah fiktif yang ditulisnya memiliki kemiripan yang luar biasa dengan peristiwa tenggelamnya Titanic pada tahun 1912. Nama kapal dan berat serta sekoci-sekocinya pun mirip sekali. Dalam novel tersebut, Morgan menamai kapalnya Titan, sedangkan yang “asli” bernama Titanic, Berat Titan 70.000 ton, sedangkan Titanic 66.000 ton. Titan memiliki 24 sekoci, sedangkan Titanic 20, padahal yang direncanakan 40. Pemilik Titan dilukiskan sebagai orang angkuh. Kenyataannya, pemilik Titanic pun demikian.”
Aneh? Tidak juga. Kita lihat dalam Surat Al Fath (48) ayat 27: “Sesungguhnya Allah telah membuktikan kepada Rasul-Nya kebenaran mimpi dengan sebenarnya, bahwa kamu akan memasuki Mesjidil Haram insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya tanpa perasaan takut. Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. Dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat”, Allah membuka peritiwa ketika nantinya Rasulullah Saw, memasuki Mekah dengan aman. Padahal, itu belum terjadi. Lalu Surat Ar-Ruum (30) ayat 2-4: “Telah dikalahkan bangsa Rumawi (oleh bangsa Persia), di negeri yang terdekat (ke negeri Arab yaitu Syria dan Palestina) dan merka sesudah kalah itu akan menang (mengalahkan bangsa persia), dalam beberapa tahun (saja). Allah yang memutuskan (keadaan) sebelum dan sesudah (terjadi kalah menang itu). Pada hari (kemenangan Rumawi itu) bergembiralah orang-orang yang beriman,” yang berisikan tentang kemenangan Romawi atas Persia, padaha itu baru terjadi beberapa tahun kemudian. Itu contoh penyingkapan terhadap peristiwa yang belum terjadi bagi siapa pun yang membaca Al-Quran. Ternyata, selain kepada para nabi, kadang-kadang Allah memberikan “bocoran” masa depan kepada manusia biasa juga. Masa depan memang sudah ada saat ini. Hanya saja, kebanyakan manusia tidak bisa melihatnya. Kecuali mungkin sekilas deja vu yang dialami segelintir orang tadi.

Teori-Teori Deja Vu.
Walaupun Emile Boirac sudah meneliti fenomena ini sejak tahun 1876, namun ia tidak pernah secara tuntas menyelesaikan penelitiannya. Karena itu, banyak peneliti telah mencoba untuk memahami fenomena ini sehingga akhirnya kita mendapatkan Paling tidak 40 teori yang berbeda mengenai deja vu, mulai dari peristiwa paranormal hingga gangguan syaraf.

Pada tulisan ini, tidak mungkin saya membahas 40 teori tersebut satu persatu. Jadi saya akan memilih beberapa teori yang saya anggap perlu diketahui. Pertama, saya akan mulai dari teori psikolog legendaris, Sigmund Freud. Tapi sebelum itu, saya ingin menunjukkan kepada kalian sebuah gambar yang sangat terkenal. Ini dia :


Foto di atas adalah foto ilustrasi "Puncak gunung es" yang terkenal. Para ahli "otak" sering menggunakan ilustrasi di atas untuk menunjukkan seperti apa pikiran kita yang sebenarnya. Permukaan air adalah batas kesadaran kita. Pikiran Sadar kita adalah bongkahan yang muncul di atas permukaan laut. Sedangkan pikiran bawah sadar adalah bongkahan raksasa yang ada di dalam laut.

Menurut mereka, sesungguhnya sebagian besar informasi yang kita terima tersimpan di pikiran bawah sadar kita dan belum muncul ke permukaan. Hanya sebagian kecil dari informasi yang kita terima benar-benar kita ingat atau sadari. Prinsip ini adalah kunci penting untuk memahami Deja Vu.